Goa Jatijajar adalah Goa Alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan
Ayah, Kabupaten Kebumen. Goa ini terbentuk dari batu kapur dan telah
diketemukan pada tahun 1802 oleh seorang petani yang memiliki tanah
diatas Goa tersebut yang Bernama "Jayamenawi". Pada suatu ketika
Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang,
ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di
langit-langit Goa tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter
dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Soal asal muasal Goa
Jatijajar memang tidak banyak orang yang mengetahui secara persis, ada
dua versi mengenai asal usul Goa Jatijajar.
Pertama, setelah
Jayamenawi menemukan gua, tak lama kemudian Bupati Ambal, salah satu
penguasa Kebumen waktu itu, meninjau lokasi tersebut. Saat mendatangi
goa, dia menjumpai dua pohon jati tumbuh berdampingan dan sejajar pada
tepi mulut gua. Dari kisah itu lalu ditemukan istilah Jatijajar, dari
kata jati yang sejajar.
Versi kedua, saat Kamandaka dikejar-kejar, dari dalam gua ia menyebutkan
jati dirinya. Ia mengaku sebagai putra mahkota Pajajaran. Dari kisah
itu muncul kata sejatine (sebenarnya) dan Pejajaran. Nama Gua Jatijajar
lalu terkenal hingga saat ini
.
Dari sejumlah tempat wisata di Kabupaten Kebumen, Goa Jatijajar masih menjadi primadona. Terletak 21 km sebelah barat
daya Kecamatan Gombong setiap tahun ramai dikunjungi pengunjung
terutama saat liburan sekolah atau hari raya Lebaran. Pengunjung yang
datang tak selalu dari masyarakat di sekitar Kebumen. Mereka ada pula
yang datang dari kota-kota besar di Indonesia, yang tujuannya ingin
mengetahui pesona alam di dalam perut bumi.
Goa Jatijajar berada
di kaki pegunungan kapur yang memanjang dari utara dan ujungnya di
selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung. Objek wisata ini sungguh
sangat menarik. Sebagaimana umumnya objek wisata lain di Indonesia,
yang hampir selalu menyimpan legenda, Goa Jatijajar pun tak terkecuali.
Menurut cerita rakyat,
Goa Jatijajar ini pada jaman dahulu merupakan tempat bersemedi Raden
Kamandaka, yang kemudian mendapat wangsit. Cerita Raden Kamandaka ini
kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung.
Visualisasi
dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam
goa. Ketika masuk ke dalam ada rasa degdegan. Betapa tidak! Karena
merasa seperti masuk ke dalam mulut binatang purba Dinosaurus yang gelap
dan lembab. Namun rasa cemas itu segera sirna, sebab ruangan diterangi
oleh lampu listrik dari ujung ke ujung. Meski mulut goa cukup lebar,
namun ruang perut dinosaurus lebih lebar lagi. Pada langit-langit
terdapat sebuah lubang sebagai ventilasi. Di tengah-tengah terdapat
kursi melingkar tempat duduk pengunjung sambil menikmati indahnya
ornamen stalagtit dan stalagnit serta diorama legenda Lutung Kasarung.
Banyak keistimewaan yang ditawarkan dari obyek wisata Gua Jatijajar. Di dalam goa terdapat sungai bawah tanah yang masih aktif. Ada juga dua sendang, yakni Sendang Kantil dan Sendang Mawar. Di dua sendang yang bisa didekati pengunjung itu masih dipercayai, yang mau membasuh muka dengan air sendang bisa awet muda.
Aliran Sungai di Dalam Goa Jatijajar |
Melihat potensi yang luar biasa maka pada tahun 1975 Gubernur Jawa Tengah waktu itu yaitu Bapak. Suparjo Rustam, Goa Jatijajar mulai
dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata Budaya, sebagai
pelaksananya ditunjuk langsung seorang seniman Deorama yang terkenal di
Indonesia pada masa itu yang bernama Bapak Saptoto.
Pemda Kebumen
membebaskan lahan penduduk setempat seluas 5,5 ha, dengan mengganti rugi
tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Goa
Jatijajar. Setelah selesai proses pembangunan Goa Jatijajar, pengelolaan
Objek Wisata tersebut diserahkan kepada Pemda Kebumen.
Objek Wisata Goa Jatijajar sangat
identik dengan Objek Wisata Budaya, karena Goa Jatijajar ada
hubungannya dengan sebuah cerita legenda Raden Kamandaka seorang putera
makhkota Kerajaan Pajajaran yang bernama asli Banyak Cokro atau Banyak
Cakra, yang lebih terkenal sebuah cerita legenda Lutung Kasarung.
Cerita “Lutung Kasarung” Di balik Goa JatiJajar
.
.
Lutung Kasarung adalah
sebuah legenda masyarakat Jawa Barat yang cukup terkenal. Pada jaman
dahulu kala di daerah Jawa Barat terdapat sebuah Kerajaan Hindu yang
besar dan cukup kuat, yang berpusat di Kota Bogor sekarang ini. Kerajaan
Itu adalah kerajaan Pajajaran, Tetapi cerita Lutung Kasarung
sendiri lebih banyak terjadi di daerah Banyumas. Jawa Tengah Pada saat
itu Raja yang memerintah di Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Siliwangi.
Prabu Siliwangi sudah lanjut usia saat Itu dan bermaksud untuk
mengangkat Putra Mahkotanya untuk menggantikannya sebagai Prabu di
Pajajaran.
Prabu Siliwangi
mempunyai tiga Orang Putra dan Satu Orang Putri, ke-3 Putera dan Seorang
Puteri ini dia peroleh dari dua Orang Permaisurinya. Dari permaisuri
yang pertama Ia mendapatkan dua Orang putra yaitu Banyak Cotro dan
Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih
kecil Ibunya telah meninggal.
Diorama yang menceritakan Kisah Lutung Kasarung |
Sepeninggal isteri
pertamanya, maka Prabu Siliwangi akhirnya menikah lagi dengan permaisuri
yang kedua, yaitu Dewi Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumudangingsih
diambil menjadi
permaisuri oleh Prabu
Siliwangi, Ia mengadakan sebuah perjanjian, bahwa jika kelak Ia
mempunyai putra dari Dewi Kumudaningsih, maka putranyalah yang harus
menggantikannya menjadi raja di Pajajaran. Dari perkawinannya dengan
Dewi Kumudaningsih, Prabu Siliwangi mempunyai seorang putra dan seorang
putri, yaitu Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.
Suatu hari Prabu
Siliwangi memanggil putra mahkotanya Banyak Cotro dan Banyak Blabur
untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat
putranya untuk menggantikan menjadi Raja di Pajajaran karena beliau
sudah lajut usia. Namun dari kedua putra mahkotanya belum ada satupun
yang mau diangkat menjadi Raja di Pajajaran. Sebagai putra sulungnya
Banyak Cotro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya adalah:
untuk memerintah di Kerajaan Pajajaran Dia belum siap, karena belum
cukup ilmu. Untuk memerintah
di Kerajaan seorang Raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum menikah. Banyak Cotro mengatakan bahwa Dia baru akan menikah kalau sudah bertemu dengan seorang Putri yang parasnya mirip dengan paras mendiang Ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari Putri yang menjadi idamannya.
Kepergian Banyak Cotro
dari Kerajaan Pajajaran melalui Gunung Tangkuban Perahu adalah untuk
menghadap seorang Pendeta yang menjadi pertapa yang berdiam di sana.
Pendeta itu tidak lain adalah Ki Ajar Winarong, seorang pendeta sakti
yang tahu bagaimana agar keinginan Banyak Cotro mempersunting putri yang
di idam-idamkannya dapat tercapai.
Setelah berhasil
bertemu dengan Ki Ajar Winarong, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh Banyak Cotro. Yaitu dia harus rela melepas dan menanggalkan semua
pakaian kebesaran dari kerajaan dan hanya memakai pakaian rakyat biasa.
Dan Ia juga harus menyamar dengan nama samaran Arya Kamandaka. Karena
keinginannya yang sangat kuat agar mampu mempersunting seorang isteri
yang memiliki wajah semirip mendiang Ibunya, maka semua itu Ia jalani
dengan senang hati.
Arya Kamandaka mulai
berjalan selama berhari-hari dari Tangkuban Perahu menyusuri ke arah
timur hingga sampailah Arya Kamandaka di wilayah Kadipaten Pasir Luhur.
Secara kebetulan ketika Arya Kamandaka sampai di wilayah Kadipaten Pasir
Luhur, Arya Kamandaka betemu dengan Patih di Kadipaten Pasir Luhur itu
yang bernama Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua ditambah
lagi dia tidak mempunyai anak, maka Arya Kamandaka akhirnya dijadikan
anak angkat oleh Patih Reksonoto. Patih Reksonoto sangat mencintainya
merasa sangat bangga dan senang hatinya mempunyai putra angkat Arya
Kamandaka yang gagah dan tampan.
Adapun waktu itu yang
memerintah di Kadipaten Pasir Luhur adalah Adipati Kanandoho. Adipati
Kanandoho mempunyai beberapa orang putri yang kesemuanya sudah bersuami
terkecuali puterinya yang bungsu yaitu Dewi Ciptoroso. Ketika Arya
Kamandaka melihat Dewi Ciptoroso, putri Adipati Kanandoho yang mempunyai
wajah sangat mirip dengan mendiang Ibu dari Arya Kamandaka. Segeralah
Arya Kamandaka tersadar bahwa dia telah menemukan apa yang dicarinya
selama Ini.
Adalah suatu kebiasaan
tahunan dari Kadipaten Pasir Luhur, bahwa setiap tahun di Kadipaten
Pasir Luhur selalu diadakan upacara menangkap ikan di Sungai Logawa.
Dalam upacara ini, semua anggota keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta
seluruh pembesar dan pejabat pemerintah di Kadipaten Pasir Luhur turut
menangkap ikan di Kali Logawa.
Pada waktu Patih
Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di Kali Logawa, tanpa
diketahui oleh sang patih, Arya Kamandaka secara diam-diam mengikutinya
dari belakang. pada kesempatan inilah Arya Kamandaka dapat bertemu
langsung dengan Dewi Ciptoroso dan bak gayung bersambut mereka berdua
saling jatuh cinta. Dewi Ciptoroso meminta agar Arya Kamandaka pada
malam harinya datang untuk menjumpai Dewi Ciptoroso di taman kaputren
kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Pada malam harinya
Arya Kamandaka dengan diam-diam tanpa seijin dan sepengetahuan Patih
Reksonoto pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah menanti kedatangan
Arya Kamandaka.
Keberadaan Arya
Kamandaka di taman kaputren Kadipaten Pasir Luhur bersama Dewi
Ciptoroso, ternyata diketahui oleh para prajurit kadipaten, hal ini
kemudian dilaporkan oleh kepala pasukan kepada Adipatih Kandandoho.
Adipatih sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap
penyusup tersebut. Namun karena kesaktian yang dimiliki oleh Arya
Kamandaka, maka Arya Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan
prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Sebelum Arya Kamandaka meloloskan diri
dari taman kaputren, Ia masih sempat mengatakan identitasnya. Bahwa Ia
adalah anak angkat Patih Reksonoto yang bernama Arya Kamandaka.
Berita tentang
pengakuan ini dilaporkan kepada Adipatih Kandandoho, maka kemudian Patih
Reksonoto pun dipanggil dan diminta harus menyerahkan putranya Arya
Kamandaka. Perintah ini walaupan dengan hati yang sangat berat akhirnya
dilaksanakan juga oleh Patih Reksonoto. namun dengan siasat dari Patih
Reksonoto, maka Arya Kamandaka berhasil lari dan selamat dari pengejaran
para prajurit Kadipaten Pasir Luhur.
Arya Kamandaka terjun
kedalam sungai dan terus menyelam mengikuti arus air sungai. Oleh Patih
Reksonoto dan para prajurit kadipaten yang mengejar, dilaporkan kepada
Adipati Kanandoho bahwa Arya Kamandaka sudah mati didalam sungai.
Mendengar berita ini Adipatih Kanandoho merasa lega dan puas. Dewi
Ciptoroso ketika mendengar berita ini sangatlah sedih mengetahui pria
yang dicintainya telah tiada.
Sepanjang malam
pengejaran itu Arya Kamandaka terus menyelam mengikuti arus sungai
hingga bertemu dengan seorang yang bernama rekajaya yang sedang
memancing di Sungai. Arya Kamandaka dan Rekajaya kemudian menjadi teman
baik dan menetap di Desa Panagih. selama di Desa ini Arya Kamandaka
kembali diangkat anak oleh Mbok Kertosuro, seorang janda miskin yang
hidup di Desa tersebut.
Arya Kamandaka menjadi
seorang penggemar Adu Ayam. Mbok Kertosuro mempunyai seekor Ayam Jago
yang dia beri nama mercu. Dalam setiap penyabungan Ayam yang diikuti
oleh Arya Kamandaka, Ia selalu menang. Nama Arya Kamandaka menjadi
sangat terkenal dikalangan pebotoh Ayam. Hal ini akhirnya sampai juga ke
telinga Adipatih Kanandoho, mengetahui kalau Arya Kamandaka belum mati
membuatnya sangat marah dan murka. Adipatih Kanandoho kemudian
memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Arya Kamandaka baik hidup atau
mati.
Pada saat itu
datanglah seorang pemuda tampan yang mengaku dirinya bernama Silihwarni,
Silihwarni berkeinginan mengabdikan diri kepada Adipati Pasir Luhur.
Permohonannya di terima oleh sang sdipati dengan syarat Ia hanya akan
diterima apabila berhasil membunuh Arya Kamandaka. Untuk membuktikan
kalau Arya Kamandaka telah berhasil dibunuh maka Ia harus membawa darah
dan hati Arya Kamandaka.
Silihwarni ternyata
hanyalah sebuah nama samaran, Silihwarni bukan lain adalah Banyak
Ngampar putra Prabu Siliwangi yang adalah adik kandung dari Banyak Cotro
atau Arya Kamandaka. Silihwarni oleh Ayahnya ditugaskan untuk mencari
Banyak Cotro saudara kandungnya sudah lama pergi dan belum kembali, Ia
dibekali oleh ayahnya dengan pusaka keris Kujang Pamungkas sebagai
senjatanya dan dalam menyamar Ia memakai nama Silihwarni dan berpakaian
seperti rakyat biasa. Karena Silihwarni mendengar kabar bahwa kakaknya
berada di wilayah Kadipaten Pasir Luhur, maka Ia pun pergi kesana.
Setelah Silihwarni menerima perintah dari adipatih, pergilah Ia dengan
diikuti beberapa orang prajurit Kadipaten dan Anjing pelacak menuju ke
Desa Karang Luas, tempat arena penyabungan Ayam.
Ditempat inilah kedua
kakak beradik ini bertemu, namun keduanya sama - sama sudah tidak saling
mengenal lagi, karena Silihwarni yang menyamar menggunakan pakaian
rakyat biasa sedangkan Arya Kamandaka memakai pakaian sebagai pebotoh
Ayam. Terjadilah pertarungan sengit antara Arya Kamandaka dan
Silihwarni, tanpa disadari oleh Raden Kamandaka tiba-tiba Silihwarni
menikam pinggang Raden Kamandaka dengan Keris Kujang Pamungkasnya. Luka
goresan keris itu menyebabkan darah mengalir dengan derasnya. Namun lagi
- lagi Arya Kamandaka dapat meloloskan diri dari bahaya, tempat itu pun
kemudian diberi nama Desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari
bahaya.
Ketika luka Arya
Kamandaka semakin mengeluarkan darah, Iapun memutuskan untuk
beristirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan
bancaran. Larinya Arya Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan
prajurit kadipaten. Sampai suatu tempat Arya Kamandaka berhasil
menangkap Anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu di beri nama Desa
Karang Anjing. Arya Kamandaka terus berlari kearah timur dan sampailah
Arya Kamandaka pada sebuah jalan buntu dan tempat ini Ia beri nama Desa
Buntu. Akhirnya Arya Kamandaka sampai disebuah goa. Didalam goa Ini Arya
Kamandaka beristirahat dan bersembunyi dari Kejaran Silihwarni.
Silihwarni yang terus mengejar akhirnya kehilangan jejak sampai di goa
tempat Arya Kamandaka beristirahat, kemudian Silihwarni berseru
menantang Arya Kamandaka. Mendengar tantangan Silihwarni, Arya Kamandaka
pun menjawab dan Ia mengatakan identitasnya yang sebenarnya, bahwa Ia
adalah putra dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cotro. Silihwarnipun
mengatakan identitasnya bahwa Ia juga adalah putra dari Kerajaan
Pajajaran, bernama banyak ngampar. demikian kata-kata Ayang pengakuan
antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah putra
Pajajaran. Kemudian mereka berdua berpelukan dan saling memaafkan, goa
itu akhirnya diberi nama GOA JATIJAJAR.
Namun karena
Silihwarni harus pulang dan membawa bukti hati dan darah Arya Kamandaka,
maka dibunuhnyalah Anjing pelacak kemudian dipotong diambil darah dan
hatinya, sebagai bukti bagi Adipati Kanandoho kalau itu adalah hati dan
darah Arya Kamandaka yang berhasil dibunuhnya. Arya Kamandaka kemudian
bertapa di dalam Goa Jatijajar dan mendapat petunjuk bahwa niatnya untuk
mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai kalau Ia sudah mendapat
pakaian lutung dan Arya Kamandaka disuruh supaya mendekat ke Kadipaten
Pasir Luhur dan menetap di hutan Batur Agung, sebuah hutan sebelah barat
daya dari Batu Raden.
Kegemaran dari
adipatih Kadipaten Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari adipatih
dan semua keluarganya pergi berburu, tiba-tiba bertemulah rombongan
pemburu itu dengan seekor Lutung yang sangat besar dan jinak. Akhirnya
di tangkaplah Lutung tersebut hidup-hidup. Sewaktu Lutung itu akan
dibawa pulang, tiba-tiba datanglah Rekajaya dan mengaku bahwa Lutung itu
adalah Lutung peliharaannya, dan mengatakan bersedia membantu
merawatnya jika Lutung itu akan dipelihara di Kadipaten Pasir Luhur. Dan
permohonan Rekajaya itu pun dikabulkan oleh sang adipati.
Setelah sampai di
Kadipaten Pasir Luhur, para putri saling berebut ingin memelihara Lutung
tersebut. Selama itupula Lutung tersebut tidak mau dikasih makan oleh
siapapun juga. Akhirnya oleh Adipati Pasir Luhur, Lutung tersebut
disayembarakan. Isi sayembara itu adalah barangsiapa dari para puterinya
yang dapat memberi makan sang Lutung, maka dialah yang berhak
memelihara Lutung tersebut. Dalam sayembara itu ternyata makanan yang
diterima oleh Lutung tersebut hanyalah makanan yang diberikan oleh Dewi
Ciptoroso. Maka Lutung Kasarung itupun menjadi peliharaan Dewi
Ciptoroso. Pada malam hari Lutung Kasarung alias Arya Kamandaka tersebut
berubah wujud aslinya menjadi Arya Kamandaka. Sehingga hanya Dewi
Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada siang hari Ia berubah
lagi kembali menjadi Lutung Kasarung. Maka keadaan Dewi Ciptoroso kini
menjadi sangat gembira dan bahagia, yang selalu ditemani Lutung Kasarung
alias Arya Kamandaka yang dicintainya.
Pada suatu hari ada
seorang penguasa dari Nusa Kambangan bernama Prabu Pule Bahas menyuruh
patihnya untuk meminang Dewi Ciptoroso dan mengancam apabila pinangannya
pada Dewi Ciptoroso ditolak, maka Ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir
Luhur. Atas permintaan dari Lutung Kasarung, maka pinangan Raja Pule
Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh Raja Pule Bahas agar pinangannya itu diterima oleh Dewi
Ciptoroso. Salah satunya ialah dalam pertemuan para calon pengantin
nanti, maka Lutung Kasarung harus turut mendampingi Dewi Ciporoso. Pada
waktu pertemuan para calon pengantin berlangsung, Raja Pule Bahas selalu
diganggu oleh Lutung Kasarung yang mendampingi Dewi Ciptoroso. Hal ini
menyebabkan Raja Pule Bahas marah dan memukul Lutung Kasarung yang
memang telah siap bertarung melawan Raja Pule Bahas.
Pertarungan yang
terjadi antara Raja Pule Bahas melawan Lutung Kasarung terjadi sangat
seru. Namun karena kesaktian Lutung Kasarung, akhirnya Raja Pule Bahas
gugur setelah dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung. Ketika Raja Pule
Bahas telah gugur, Lutung Kasarung pun kemudian menjelma menjadi Arya
Kamandaka dan langsung mengenakan pakaian kebesaran kerajaan pajajaran
dan mengatakan bahwa namanya yang sebenarnya adalah Raden Banyak Cotro.
Kini Adipatih Pasir Luhur pun mengetahui kalau Arya Kamandaka adalah
Raden Banyak Cotro dan adalah Lutung Kasarung putra mahkota dari
Kerajaan Pajajaran, akhirnya Ia dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso.
Karena Raden Kamandaka
sudah cacat terkena Keris Kujang Pamungkas sewaktu bertarung melawan
adiknya yang menyamar sebagai Silihwarni, maka dia tidak dapat lagi
menggantikan ayahandanya menjadi Raja di Pajajaran. Karena tradisi
Kerajaan Pajajaran, bahwa setiap putra mahkota yang akan menggantikan
posisi raja tidak boleh cacat terkena pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga
setelah Ia dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso, Arya Kamandaka menjadi
Adipatih di Pasir Luhur menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi
Raja di Pajajaran adalah Banyak Blabur adiknya.
Itulah kisah Lutung
Kasarung, yang sebenarnya cerita tersebut terjadi di wilayah Jawa Tengah
tepatnya di Banyumas, karena Kerajaan Pasir Luhur berada di sekitar
wilayah Purwokerto. Kebetulan Goa Jatijajar ada dalam cerita tersebut.
Pada waktu itu Wilayah Gombong sampai dengan Sungai LukUlo menjadi
kekuasaan Kerajaan Pajajaran, sedang sebelah timur Sungai LukUlo
termasuk kota Kebumen menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Asal
crita Lutung Kasarung tidak jadi soal, yang penting sudahkah Anda
singgah di Goa Jaijajar. Anda akan di suguhi panorama alam yang luar
biasa dengan di bumbuhi Biorama cerita Arya Kamandoko. Untuk fasilitas
tempat jangan kuatir Pemda Kebumen sudah menatanya dengan rapi demi
kenyamanan kedatangan Anda semua.
Terima kasih sumber : http://wisatakebume.blogspot.co.id/2013/02/goa-jatijajar-kebumen-dan-legenda.html